EMPAT JENIS PERMOHONAN KEPADA ALLAH
EMPAT JENIS PERMOHONAN KEPADA ALLAH
OLEH : Dr. KH Irfan Aziz, M.Ag
Pengasuh Pondok Pesantren Al Hayatul Islamiyah Kota
Malang
طَلَبُكَ مِنْهُ
اِتِّهَامٌ لَهُ وَطَلَبُكَ لَهُ غَيْبَةٌ مِنْكَ عَنْهُ وَطَلَبُكَ لِغَيْرِهِ
لِقِلَّةِ حَيَائِكَ مِنْهُ وَطَلَبُكَ مِنْ غَيْرِهِ لِوُجُوْدِ بُعْدِكَ عَنْهُ
“Permohonanmu kepada
Allah menunjukkan adanya prasangka kepada-Nya, permohonanmu untuk mendekatinya,
menunjukkan ketiadaannya darimu, permohonanmu untuk selainnya menunjukkan
sedikitnya rasa malumu kepada-Nya, dan permohonanmu kepada selain-Nya
menunjukkan jauhmu dari-Nya”.
Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat
Rahimakumullah,
Berdo’a kepada Allah merupakan
kewajiban bagi seorang hamba, dan hamba yang beriman selalu yakin akan
terkabulkannya do’a-do’anya, apabila persyaratan do’anya terpenuhi sesuai
dengan Firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 186 :
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah
mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.
Namun demikian saudara...!!! Bagi
seorang salik (berjalan di jalan Allah) do’a-do’a itu akan menjadi pertanda
pada dirinya berada pada tingkat kema’rifatannya dan kedekatannya dengan Allah
SWT.
Syaikh Imam Ibnu Athaillah membagi
empat jenis permohonan hamba kepada Allah SWT :
1. Pertama, “Permohonanmu dari-Nya
menunjukkan adanya prasangka kepada-Nya”.
Walau pun do’a itu perlu dipanjatkan kepada Allah SWT. Namun
apabila tidak tepat maka akan menurunkan derajat tingkat kema’rifatan hamba,
apabila do’a itu minta dan memohon kepada Allah agar diberi sesuatu untuk
memenuhi kepentingan pribadinya, toh sekalipun kepentingan itu urusan
akhiratnya. Itu berarti tingkat tawakkal dan pasrahnya masih kurang di hadapan
Allah SWT. Dan kurang percaya akan segala rencana Allah SWT.
Saudara seiman dan seagama,
Bagi hamba yang berma’rifatullah,
do’a itu hanya sebagai pujian dan sanjuangan, bukan permohonan dan permintaan,
karena ia yakin dengan sanjungan dan pujian itu Allah tahu dan Haqqul Yaqin
akan menempatkan hamba-Nya pada tempat yang disukai oleh hamba-hamba-Nya yang
salik (pencari kebenaran di jalan Allah). Ucapan sanjungan itu seperti kita menyanjung
teman atau sahabat kita. “Andaikata engkau tidak menolongku, niscaya tidak
mungkin aku bisa berbuat begini dan sesukses sekarang ini”. Di dalam kalimat
tadi mempunyai beberapa arti dan maksud, di samping syukur atas bantuannya juga
berarti apabila suatu saat kelak saya butuh bantuan tolonglah di bantu lagi.
Saudara...!!! Ketika Nabi Muhammad dianiaya oleh
orang kafir, Beliau dilempari kotoran onta bahkan batu sampai gigi beliau ada
yang patah, lalu Jibril datang “Ya Rasulullah
Allah berkirim salam kepadamu, dan apabila engkau mau gunung uhud ini
aku angkat dan aku lemparkan kepada para kafir yang telah menyakitimu...!!!”.
Rasulullah menjawab :
اللَّهُمَّ اهْدِ
قَوْمِى فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ
“Ya Allah tunjukkanlah kaumku,
sesungguhnya mereka tidak mengerti (tidak paham syariat-Mu )”.
Demikian hamba Allah yang
makrifatullah dalam berdo’a.
2. Yang kedua, “Permohonanmu untuk mendekati-Nya,
menunjukkan ketiadaan-Nya darimu”.
Menginginkan kedekatan dengan
Allah, menunjukan bahwa Allah itu masih jauh dengan kita, padahal Allah itu
sangat dekat”. Bahkan lebih dekat dari urat leher kita.
فَإِنِّى
قَرِيْبٌ
“Maka sesungguhnya Aku adalah
dekat”.
Tetapi mengapa kedekatan Allah
masih saja kita sibuk mencari-Nya, seharusnya kesibukan kita hanya untuk
beribadah mengabdi dan pasrah atas segala ketetapan-Nya. Bahkan di dalam hadits
qudsi Allah menjelaskan bahwa Dia (Allah) menuruti lebih dari apa yang hamba
inginkan.
وَمَنْ
تَقَرَّبَ مِنِّى شِبْرًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ ذِرَاعًا
“Siapa yang mendekat kepada-Ku satu
depa, maka Aku mendekat kepadanya satu hasta”.
وَمَنْ
تَقَرَّبَ مِنِّى ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَعًا
“Siapa yang mendekati kepada-Ku
satu hasta, maka Aku mendatanginya dengan satu jengkal”. (HR.Muslim).
وَمَنْ
أَتَانِى يَمْشِى اَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
“Dan barang siapa yang mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku
mendatanginya dengan berlari”. (HR.Muslim)
3. Adapun yang
ketiga, “
Permohonan untuk selainnya menunjukkan sedikitnya rasa malumu kepada-Nya”
Saudara...!!! Ketika kita berhadapan dengan
seseorang yang sangat kita segani dan kita hormati pastilah kita tidak akan
bisa berbuat macam-macam, apalagi berulah dan bertingkah tentunya tak akan
bisa, karena kita malu dan hormat kepadanya. Begitu juga etika kita sadar
dengan sesadar-sadarnya pastilah malu yang tiada tara apabila berhadapan dengan
Allah Azza Wajallah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim yang kekuasaannya tidak
terbatas, lalu kita minta dan memohon selain urusan dengannya, hanya untuk
kepentingan dunia dan pribadi kita pastilah malu. Hal yang demikian itulah
pengaruh dari iman kita, semakin iman kita tebal, semakin besar rasa malu kita
kepadanya.
عَنْ
اِبْنُ عُمَرَ رَضِيَ الله عَنْهُمَا اَنَّ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ وَهُوَ يَعِظُ اَخَاهُ فِى
الحَيَاءِ , فَقَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , دَعْهُ
فَإِنَّهُ الْحَيَاءَ مِنَ الإِيْمَانِ (متفق عليه)
“Bahwa Rasulullah SAW pernah
melewati seseorang dari kaum Anshar yang sedang menasehati saudaranya tentang rasa malu, maka Rasulullah
SAW. Bersabda : “Biarkan dia (menasehati saudaranya) karena rasa malu adalah
bagian dari iman”. (Muttafaqqun Alaihi).
4. Keempat: “Permohonanmu kepada selain-Nya
menunjukkan jauhmu dari-Nya”.
Sebenarnya saudara...!!! Semua apa
yang terjadi itu adalah kehendak-Nya,
baik buruk yang menimpa kita adalah keputusan-Nya. Apabila kita di bantu, di
angkat, atau dinaikkan pangkat derajat kita oleh majikan, atasan atau oleh
teman, atau sahabat kita, itu semua karena Allah yang menggerakkan hati dan
keinginan mereka. Kalau memang seperti itu kenyataannya, mengapa kita meminta
bahkan merengek-rengek untuk kebaikan kita kepada mereka, kenapa tidak pada
Allah sajalah kita meminta dan menggantungkan nasib kita, karena apabila
seorang hamba telah mengabdi kepada Tuhannya dan pasrah sepenuhnya akan
nasibnya, sudah barang tentu segala larangan dan ketidaksukaan Allah ia jauhi,
pastilah Allah suka padanya.
اِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَايَ
وَمَماتِى لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Sesungguhnya shalat
saya, ibadah saya, hidup dan mati saya, untuk Allah Tuhan yang memiliki alam
semesta”.
Saudara seiman dan seagama,
Komunikasi intensif, akan membawa
kita dekat dan semakin dekat, kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya akan
membawa dan melahirkan keridhoan. Bila Allah ridha, maka segala aktivitasnya
akan mendapatkan hidayah taufiq dan ma’unah-Nya, kalau sudah di tolong oleh
Allah apapun tidak akan mendapatkan kesulitan, pastilah kemudahan yang kita
temukan dan kita rasakan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kitab Al-Hikam, Ibnu Athaillah
Al-Assakandary.
2.
Kitab Al-Hikam, Terjemahan bahasa
jawa, Misbah bin Zaini Musthofa.
3.
Percikan Samudra Hikam, Muhammad
Luthfi Ghozali.
4.
Al-Hikam Rampai Hikmah, Ibnu
Athaillah, Syehk Fadhalla Haeri.
5.
Al-Qur’an Tafsir Perkata,
Al-Hidayah.
6.
Shahih Bukhori, Percetakan
Al-Hidayah.
7.
Shahih Muslim, Percetakan
Al-Hidayah.
8.
Mutu Manikam dari Kitab Hikam,
Ikhtisar Abu Hakim dan Kartowiyono, Lc.
9.
Himpunan Dalil dalam Al-Qur’an dan
Hadits, Ahmad Muhammad Yusuf, Lc.
0 Response to "EMPAT JENIS PERMOHONAN KEPADA ALLAH"
Posting Komentar