GUNAKAN INSPIRASI SEBAGAI SARANA TAQARRABUN ILALLAH
GUNAKAN INSPIRASI
SEBAGAI SARANA TAQARRABUN ILALLAH
OLEH : Dr. KH Irfan Aziz, M.Ag
Pengasuh Pondok Pesantren Al Hayatul Islamiyah Kota
Malang
اِنَّمَا
اَوْرَدَ عَلَيْكَ اْلوَارِدَ لِتَكُوْنَ بِهِ عَلَيْهِ وَارِدًا
“Allah memberimu warid (inspirasi) agar engkau bisa mendekat
kepadanya”
Ayyuhal Qariin wal Qariat,
Warid (inspirasi) itu berarti dua hal yaitu :
1.
Pertama, inspirasi itu berupa ilmu
yang tanpa perlu dipelajari.
Warid yang
seperti ini dapat berupa nurullah yang langsung diberikan Allah kepada
hambanya. Jadi hamba yang dikehendaki
oleh Allah tidak dibatasi dimensi ruang dan waktu. Jadi jangan heran apabila
ketika belajar di lembaga pendidikan si A dan si B cerdas dan kepandaiannya sama
bahkan mungkin kedisiplinan tidak berbeda, koq malah yang jadi orang alim
santri C yang jauh tidak cerdas dan tidak disiplin. Bahkan jangan heran yang
dulunya penjudi, pencuri nakalnya menembus batas, tetapi ketika diusia tuanya
malah menjadi kiai pemimpin umat yang bisa membawa masyarakatnya untuk dekat
kepada Allah Azza wajalla. Mungkin inilah jenis warid yang diberikan kepada
kanjeng Sunan Kalijaga. Allah berfirman dalam Surat Al-Qashas 68 :
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki
dan memilihnya. sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan
Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia)”.
2.
Yang kedua, warid (inspirasi) itu
dimengerti sebagai kedatangan sifat Rahman Rahim-Nya Allah kepada hamba-Nya
yang berupa hidayah (petunjuk) walaupun hamba-Nya menolak karena merasa tidak
pantas (banyak dosa), tetapi Allah tetap menghendakinya supaya hamba-Nya mau
mendekat kepada-Nya. Imam Ibnu Athaillah berkata:
لِتَكُوْنَ بِهِ عَلَيْهِ
“Supaya kamu bisa dekat kepada-Nya”
Tentunya untuk
mendatangkan warid (inspirasi) yang kedua ini perlu adanya kebersihan hati.
Didalam dunia tasawuf bagi salikin (pencari jalan ridha Allah) berpendapat bahwa
kotornya hati itu disebabkan adanya rasa kecintaan kepada selain Allah (atsar).
Maka Imam Ibnu Athaillah melanjutkan mutiara katanya:
اَوْرَدَ عَلَيْكَ اْلوَارِدَ
لِيَتَسَلَّمَكَ مِنْ يَدِ اْلأَغْيَارِ لِيُخَرِّكَ مِنْ رِقِ اْلاَثَارِ
“Tuhan
memberimu ilham untuk menyelamatkanmu dari bayang-bayang ciptaan dan
membebaskanmu dari diperbudak benda-benda ciptaan”.
Bagi salikin (orang
yang mencari ridha Allah) selalu menjaga apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadanya, tidak terkecuali keinginan selalu beribadah kepada-Nya, karena
keinginan dan krentek (Bahasa Jawa) untuk berbuat baik itu sama dengan
kenikmatan yang harus disyukuri, tidak semua manusia mendapat ilham bimbingan
untuk berlaku dan berbuat baik, hanya hamba yang sadar dan menjaga hati serta
tidak mau menuruti nafsunyalah yang akan mendapat bimbingan untuk beribadah
kepada Allah swt. Tetapi bagi manusia yang masih terhalang oleh nafsu duniawi
masih menduakan Allah dan Allah disamakan kedudukannya dengan ciptaan-Nya, maka
pasti tidaklah mungkin Nur Allah akan menyinari hatinya. Allah menyindir model
manusia yang menuruti nafsunya dalam Al-Qur’an Surat Al-Furqan ayat 43.
“Terangkanlah
kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka
Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”
Maka bila
manusia hamba Allah ingin selamat dari jalan yang sesat dan keluar dari
keterkungkungan penjara nafsu maka harus mampu membuang jauh dari hatinya
godaan “ATSAR” yaitu segala kepentingan duniawi dan hendaknya urusan dunia itu
hanya dijadikan “SEKILAS INFO” atau sekedar numpang lewat untuk kepentingan
akhirat.
Selanjutnya
Imam Ibnu Athaillah berkata :
اَوْرَدَ عَلَيْكَ اْلوَارِدَ
لِيُخْرِجَكَ مِنْ سِجْنِ وُجُوْدِكَ اِلَى فَضَاءِ شُهُوْدِكَ
“Allah
memberimu ilham untuk melepaskanmu dari penjara wujudmu ke cakrawala penyaksian
kepada Tuhanmu”.
Bagi hamba
yang makrifatullah tidak mau waktunya disibukkan bahkan dihabiskan untuk
kepentingan dunia. Si salikin malah susah apabila dilimpahi rejeki oleh
Tuhannya. Laksana Si pengembala yang dipasrahi kambing untuk dijaga dan
dirawatnya. Semakin banyak harta semakin berat untuk mempertanggung
jawabkannya. Oleh sebab itu bagi hamba yang makrifatullah apabila diberi
kelebihan rejeki ia bingung ingin cepat-cepat menghabiskan ditasyarufkan kepada
orang lain yang lebih berhak, karena takut habis waktunya hanya ribut dan ribet
urusan dunia karena.
اَلدُّنْيَا سِجْنٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَجَنَّةٌ لِلْكَافِرِيْنَ
“Dunia itu
penjara bagi orang-orang mukmin dan surga bagi orang-orang kafir”
Apabila dunia
dijadikan lahan bercocok tanam kebaikan pastilah di akhirat kelak akan menuai
hasil yang baik, maka jadikan dunia sebagai kendaraan menuju akhirat.
Sebagaimana Syaikh Imam Ibnu Athaillah dalam mutiara hikamnya berkata :
اَلْأَنْوَارُ مَطَايَا اْلقُلُوْبِ
وَاْلاَسْرَارِ
“Cahaya adalah
kendaraan hati dan relung bathin”
Semua
ciptaan-Nya adalah berasal dari cahaya Allah, apabila apa saja yang ada ini
dijadikan untuk taqarrabun ilallah sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah
pastilah keberadaannya tidak sia-sia laksana hamparan permadani kebesaran yang
dapat menghantarkan diri kita menuju keharibaan-Nya supaya mendapatkan
ridla-Nya. Allah berfirman di dalam Surat Ali Imran ayat 191:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami,
Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka
peliharalah Kami dari siksa neraka”.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kitab Al-Hikam, Ibnu Athaillah
Al-Assakandary.
2.
Kitab Al-Hikam, Terjemahan bahasa
jawa, Misbah bin Zaini Musthofa.
3.
Percikan Samudra Hikam, Muhammad
Luthfi Ghozali.
4.
Al-Hikam Rampai Hikmah, Ibnu
Athaillah, Syehk Fadhalla Haeri.
5.
Al-Qur’an Tafsir Perkata,
Al-Hidayah.
6.
Shahih Bukhori, Percetakan
Al-Hidayah.
7.
Shahih Muslim, Percetakan
Al-Hidayah.
8.
Mutu Manikam dari Kitab Hikam,
Ikhtisar Abu Hakim dan Kartowiyono, Lc.
9.
Himpunan Dalil dalam Al-Qur’an dan
Hadits, Ahmad Muhammad Yusuf, Lc.
0 Response to "GUNAKAN INSPIRASI SEBAGAI SARANA TAQARRABUN ILALLAH"
Posting Komentar