- . -->
HAMBALAH YANG TERHALANGI UNTUK MELIHAT ALLAH
 OLEH : Dr. KH Irfan Aziz, M.Ag
Pengasuh Pondok Pesantren Al Hayatul Islamiyah Kota Malang



الْحَقُّ لَيْسَ بِمَحْجُوْبٍ وَإِنَّمَاالْمَحْجُوْبُ اَنْتَ عَنِ النَّظَرِ اِلَيْهِ إِذْ لَوْ حَجَبَهُ شَيْئٌ لَسَتَرَهُ مَا حَجَبَهُ
“Tidak ada hijab (yang dapat menghalangi) bagi Allah, yang ada hanya engkaulah yang terhalangi untuk melihat kepada-Nya. Karena apabila ada sesuatu yang dapat menghalangi-Nya berarti sesuatu itu akan menghalangi Allah”.
وَلَوْ كَانَ لَهُ سَاتِرٌ لَكَانَ لِوُجُوْدِهِ حَاصِرٌ وَكُلُّ حَاصِرٍ لِشَيْءٍ فَهُوَ لَهُ قَاهِرٌ,
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ
“Dan sekiranya ada penghalang bagi Allah tentu ada batasan bagi wujud-Nya. Dan sesuatu yang membatasi tentu menguasai yang dibatasi”.
(Padahal “Allah Maha Berkuasa atas semua hamba-Nya”) (QS Al-An’am ayat 18).

Ayyuhal Musyahidun Rahimakumullah,
Adalah Allah pencipta segala sesuatu, termasuk tirai penyekat yang membatasi hamba-Nya dengan-Nya, cahaya Nurullah menyinari pada makhluk yang dikehendaki-Nya. Dialah (Allah) yang maujud sebelum dan sesudah-Nya. Tidak ada yang lebih dahulu dan lebih kekal dari pada-Nya, akan tetapi kita hamba-Nya tak mampu menembus hijab dzat-Nya, bukan karena hijab yang menghalangi-Nya, tetapi kesucian hati hamba-Nya belum sampai pada maqam derajatnya.

Saudara seiman dan seagama,
Memang! Pada diri manusia ada segumpal darah yang dinamakan “Qalbun” sesuatu yang dapat membolak-balik artinya hati manusia selalu dalam keadaan labil selalu berubah-ubah, suatu saat baik di saat yang lain jelek, bagaikan grafik yang adakalanya turun dan juga naik, makanya akhir shalat sebelum salam dianjurkan membaca do’a:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِيْنِكَ وَعَلَى طَاعَتِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetap teguhkan hatiku pada agama-Mu dan taat pada agama-Mu”.
Kejernihan dan ketajaman hati dihasilkan dari riyadhah dan mujahadah secara terus menerus dan berkesinambungan (istiqamah). Untuk wushul (sampai) kepada Allah diperlukan kepiawaian dalam menyingkap hijab (tirai) melalui ketajaman mata hati (Bashirah) sehingga segala apa yang terjadi dihadapan mata (Basyariah) akan dapat menumbuhkan keyakinan tidak hanya ainul yaqin bahkan haqqul yaqin.
Di dalam penyingkapan tirai Allah para ahli thariqat membagi tiga tingkatan :
1.  Pertama, Meyakini tidak ada satupun pekerjaan, kecuali Allah-lah yang mempekerjakannya, sehingga manusia akan keluar dari pengaturan dan usahanya.
2.  Kedua, Meyakini akan terangnya sifat-sifat Allah, sehingga hatinya akan merasa tenteram dalam menghadapi apapun.
3.  Ketiga, Meyakini adanya tingkatan fana’ karena di dalam hatinya telah terkandung cahaya (Nurullah) dan sangat yakin bahwa segala sesuatu yang ada dihadapannya itu hanyalah ciptaan-Nya dan yang ada dan nampak hanyalah Allah.
Allah berfiman di  dalam surat As-Sajadah ayat 4:

 “Allah-lah yang mencipakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam hari, kemudian Dia bersemayam di atas Arys. Tidak ada bagi kamu selain dari pada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafaat, maka apakah kamu tidak memperhatikan”.

Saudara seiman dan seagama,
Hijab (tirai) penghalang yang dapat menghalangi mata hati manusia untuk wushul (sampai) kepada tingkat ma’rifatullah harus selalu disingkap. Adapun penyingkapan (mukasyafah) tirai itu dengan cara musyahadah (menyaksikan) langsung atau tidak langsung. (coba dibaca pada bab terdahulu). Apabila bermusyahadah langsung, hamba mengenal (berma’rifatullah) tidak perlu menggunakan sarana ciptaan-Nya untuk mengenal Tuhannya. Tetapi bila tidak langsung si Salik untuk mengenal Allah memerlukan alat, yaitu segala ciptaan-Nya dijadikan bahan perenungan demi pencapaian haqqul yaqin keimanannya. QS. Al-Ghasyiyah 17-20.
 “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan?”.“Dan langit bagaimana ia ditinggalkan?”.
Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?”.“Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?”.

Saudara! Belum lagi kalau kita pergi ketempat keramaian, tempat manusia berkumpul, di stadion misalnya atau dipasar dan mall-mall. Coba perhatikan! Sekian banyak manusia tidak ada yang sama bentuk dan rupanya apa lagi sifat dan perwatakannya. Kalau bukan hasil Maha Karya mana mungkin dapat mendesain begitu banyak dan berbagai bentuk yang beraneka ragam? Itulah Maha Karya Allah Azza Wajalla.

Jadi saudara! Apabila kita tidak dapat melihat dan mengenal Allah bukan Allah yang terhalangi oleh tirai (hijab), tetapi Allah-lah yang enggan menampakkan wujud-Nya. Atau sebaliknya kita hamba-Nya yang belum wushul (sampai) pada tingkat derajat ma’rifatullah. Yang disebabkan adanya tirai penghalang yaitu nafsu dan tidak mampu menggunakan fasilitas pemberian Allah QS. Al-A’raf ayat 179 :

 “Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah) mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.   



DAFTAR PUSTAKA

1.     Kitab Al-Hikam, Ibnu Athaillah Al-Assakandary.
2.     Kitab Al-Hikam, Terjemahan bahasa jawa, Misbah bin Zaini Musthofa.
3.     Percikan Samudra Hikam, Muhammad Luthfi Ghozali.
4.     Al-Hikam Rampai Hikmah, Ibnu Athaillah, Syehk Fadhalla Haeri.
5.     Al-Qur’an Tafsir Perkata, Al-Hidayah.
6.     Shahih Bukhori, Percetakan Al-Hidayah.
7.     Shahih Muslim, Percetakan Al-Hidayah.
8.     Mutu Manikam dari Kitab Hikam, Ikhtisar Abu Hakim dan Kartowiyono, Lc.
9.     Himpunan Dalil dalam Al-Qur’an dan Hadits, Ahmad Muhammad Yusuf, Lc.

0 Response to " "

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel