MAWAS DIRI DAN INTROPEKSI JALAN MENUJU RIDHA ILAHI
MAWAS DIRI
DAN INTROPEKSI JALAN MENUJU RIDHA ILAHI
OLEH : Dr. KH Irfan Aziz, M.Ag
Pengasuh Pondok Pesantren Al Hayatul Islamiyah Kota
Malang
تَشَوُّفُكَ إِلَى مَا بَطَنَ
فِيْكَ مِنَ الْعُيُوبِ خَيْرٌ مِنْ تَشَوُّفِكَ إِلَى مَا حُجِبَ عَنْكَ مِنَ
الْغُيُوْبِ
“Usahamu mengetahui beberapa kekurangan yang tersembunyi dalam
dirimu lebih baik dari pada usahamu menyingkap perkara gaib yang tersembunyi
dari mu”.
Ayyuhal Ikhwan Rahimakumullah,
Hamba yang cerdas adalah hamba yang
sibuk dengan mencari dan meneliti kesalahan, kekurangan, segala perbuatan yang
dilakukan olehnya, karena apapun yang ia lakukan dapat menjadi sebab jauhnya
hati kepada Tuhannya, redupnya nur Allah pada lentera hatinya sering disebabkan
adanya tabir dosa yang dilakukan, maka mendeteksi penyakit hati sejak awal
sangat diperlukan.
Ada tiga macam penyakit hati.
1. Ujub yaitu
merasa dirinya orang yang paling besar, paling penting. Biasanya orang ujub itu
membesar-besarkan dirinya sedangkan orang lain tidak ada artinya. QS. Luqman
ayat 18.
“Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
lagi membanggakan diri”.
2. Riya’ (pamer)
Penyakit ini biasanya menyerang para ahli ibadah, sehingga ibadahnya
tidak lagi di tujukan kepada Allah, tetapi di tujukan kepada selain Allah,
untuk mendapatkan pujian atau simpati orang lain. Firman Allah QS. An-Nisa’
ayat 142 :
“Sesungguhnya orang-orang
munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila
mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’
(ingin di puji) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali
sedikit sekali”.
3. Penyakit hasut
(dengki)
Penyakit ini disebabkan oleh setan kepada manusia supaya iri dan
dengki kepada sesama, Al hasil orang yang kena penyakit ini tidak akan pernah
merasa bahagia sejak di dunia sampai kelak di akhirat, karena tidak suka bila
nikmat Allah diberikan kepada orang lain. QS. An-Nisa’ ayat 32 :\
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena)
bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi
Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
segala sesuatu”.
Saudara yang terkasih karena Allah.
Bagi si salik (pencari jalan ridha
Allah) sangat awas dan hati-hati dalam menata hati, dan waspada dalam melangkah, jangan sampai ada
rasa iri dan dengki kepada sesama atau saudara, karena ia sadar susu sebelanga
akan rusak gara-gara setitik nila. Begitu juga amal ibadah akan tiada guna bila
ada rasa hasud iri dengki. Rasulullah bersabda :
وَعَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ
رَضِيَ الله عَنْهُ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ
النَّارُ الحَطَبَ اَوْ قَالَ الْعُشْبَ (رواه ابو داوود)
“Jauhilah oleh kalian hasad (iri dengki), karena sesungguhnya
hasad itu dapat memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar!!! atau
rumput”. (HR. Abu
Dawud)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Manusia adalah manusia, yang tidak
pernah lepas dari salah dan dosa, namun demikian bagi hamba yang menuju pada
ma’rifatullah sadar-sesadarnya bahwa tak mau sedikitpun tanpa intropeksi dengan
dibarengi istighfar. Ia tidak akan melowongkan waktu-waktunya tanpa dzikir dan
fikir. Kalau toh sampai terlewat tanpa menyebut dan ingat akan kholiqnya, ia berusaha menggantinya dengan cara mengqodha’nya dengan
memperbanyak jumlah dzikirnya dari biasanya.
Namun demikian ia merasa rugi
karena sama juga dengan terputusnya penjagaan atas waktu yang diberikan Allah.
Bagi arifin biarlah yang lalu tetap berlalu dengan apa adanya agar yang di
depan dapat terjaga dengan semestinya.
Saudara seiman dan seagama,
Imam Ibnu Atahaillah mengatakan “Usahamu
mengetahui beberapa kekurangan yang tersembunyi dalam dirimu lebih baik dari
pada usahamu menyingkap perkara gaib yang tersembunyi darimu”. Dengan
demikian menyadari kekurangan dengan memperbaiki kesalahan itu lebih penting
bagi hamba yang mencari ridha Allah. Baginya sibuk intropeksi mawas diri demi
ridha Ilahi. Rasulullah bersabda :
طُوْبَى لِمَنْ شَغَلَهُ عَيْبُهُ مِنْ عُيُوْبِ
النَّاسِ وَاَنْفَقَ الْفَضْلَ مِنْ مَالِهِ وَاَنْفَقَ الْفَضْلَ مِنْ قَوْلِهِ
وَسِعَتْهُ السُّنَّةُ فَلَمْ يَعُدْ عَنْهَا إِلَى الْبِدْعَةِ (رواه الديلمى)
“Sungguh sangat beruntung bagi orang yang sibuk memeriksa aibnya
sendiri sehingga tidak sempat memeriksa aib orang lain, membelanjakan (dijalan
Allah) kelebihan hartanya, dan menggunakan
ucapannya di jalan Allah, serta menyempurnakan tidak sampai melampaui
batas sehingga menjadi amalan Bid’ah”. (HR. Dailami).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kitab Al-Hikam, Ibnu Athaillah
Al-Assakandary.
2.
Kitab Al-Hikam, Terjemahan bahasa
jawa, Misbah bin Zaini Musthofa.
3.
Percikan Samudra Hikam, Muhammad
Luthfi Ghozali.
4.
Al-Hikam Rampai Hikmah, Ibnu
Athaillah, Syehk Fadhalla Haeri.
5.
Al-Qur’an Tafsir Perkata,
Al-Hidayah.
6.
Shahih Bukhori, Percetakan
Al-Hidayah.
7.
Shahih Muslim, Percetakan
Al-Hidayah.
8.
Mutu Manikam dari Kitab Hikam,
Ikhtisar Abu Hakim dan Kartowiyono, Lc.
9.
Himpunan Dalil dalam Al-Qur’an dan
Hadits, Ahmad Muhammad Yusuf, Lc.
0 Response to "MAWAS DIRI DAN INTROPEKSI JALAN MENUJU RIDHA ILAHI"
Posting Komentar