BERHATI-HATI DALAM MEMILIH TEMAN - . -->

BERHATI-HATI DALAM MEMILIH TEMAN

BERHATI-HATI DALAM MEMILIH TEMAN
 OLEH : Dr. KH Irfan Aziz, M.Ag
Pengasuh Pondok Pesantren Al Hayatul Islamiyah Kota Malang



وَلَأَنْ تَصْحَبَ جَاهِلاً لاَ يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ اَنْ تَصْحَبَ عَالِمًا يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ فَأَيُّ عِلْمٍ يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ وَاَيُّ لِجَاهِلٍ
لاَ يَرْضَى عَنْ نَفْسِهِ
“Engkau bersahabat dengan orang bodoh tetapi tidak mengikuti hawa nafsunya itu lebih baik bagimu dari pada kamu bersahabat dengan orang alim, tetapi suka mengikuti hawa nafsunya. Tak mungkin ilmu itu dimiliki orang alim, apabila ia menyenangi hawa nafsunya, dan di mana letak kebodohan orang bodoh yang tidak menuruti nafsunya”.

Saudara seiman dan seagama,
Sebagai sifat bawaan manusia yang pasti di dalam hidupnya membutuhkan manusia yang lain. Di dalam bergaul dengan sesama dibutuhkan adanya interaksi sosial yang tentunya dapat turut mewarnai kehidupan kita, oleh sebab itu berhati-hatilah dalam mencari teman, karena teman yang setia dalam suka dan duka itulah yang dinamakan sahabat. Rasulullah mengibaratkan “Siapa yang berteman dengan tukang besi (pande besi), maka akan bau asap. Dan siapa yang berteman dengan penjual minyak wangi ia akan mencium bau wangi”. Maka benar kalau kanjeng sunan dalam syairnya mengatakan ”Kumpulono wong kang shaleh” artinya “Berkumpullah dengan orang-orang yang shaleh”.

Memilih teman bergaul sangat menentukan sifat dan akhlak seseorang, karena dalam bergaul dengan teman ada dua kemungkinan akan terangkat ke tingkat maqom ketaatan dan ma’rifat, atau akan terjerumus ke lembah maksiat dan kerusakan.
Syeikh Imam Ibnu Athaillah menegaskan “Pergaulanmu dengan orang bodoh yang tidak memperturutkan nafsu syahwat adalah lebih baik dari pada bergaul dengan orang alim, tetapi senang memperturutkan nafsunya”.

Saudara! Banyak orang pandai berilmu dan pemimpin umat terjerumus kelembah hawa nafsu dan kemaksiatan, karena ilmunya tidak mampu melepaskan dari godaan hawa nafsu. Tetapi ada pula orang bodoh, ilmunya cuma sedikit ia tidak mudah digoda dengan hawa nafsunya, ia diselamatkan karena kebodohannya, karena merasa bodoh ia hati-hati di dalam melangkah. Sebaliknya bagi orang alim, pandai dan berilmu merasa dirinya pinter maka sombong karena merasa mampu menghadapi pengaruh dunia, tetapi lemah ketika berhadapan dengan hawa nafsunya. Hal ini terjadi ketika kesombongannya muncul, maka nampaklah kelemahannya ia terperosok kelembah kehinaan menuruti kemauan hawa nafsunya.

Ayyuhal Ikhwan Rahimakumullah,
Berusahalah kumpul dengan orang alim dan shalih yang tidak hanya mampu dalam berdalil dan berargumentasi atau piawai di dalam menulis karya-karya ilmiyah. Orang pandai dan shaleh itu bukan hanya singa panggung hebat di atas panggung atau di forum-forum seminar dan diskusi sampai di warung-warung kopi, sekali lagi bukan itu yang dimaksud orang alim dan shalih. Akan tetapi di samping yang demikian itu, orang alim dan shalih adalah orang yang dapat mengatur dan mensiasati dirinya sendiri dalam menghadapi segala tantangan dan godaan hawa nafsunya dan ia selalu berusaha mencari untung dalam perdagangan hidupnya.

Saudara ! Bagi orang alim yang shalihin selalu berusaha mencari untung dengan menggunakan modal sarana dan fasilitas yang diberi oleh Allah melalui akal fikiran dan ilmunya, bagaimana fasilitas kelebihannya dapat bermanfaat kepada dirinya terlebih lagi kepada orang lain, karena prinsip hidupnya
خَيْرُ النَّاسِ اَنْفَعُهُمْ للِنّاَسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat kepada manusia”
Ilmu harta dan tahta sekalipun ia abdikan kepada Allah melalui amal ibadah serta pengabdian kepada sesamanya, karena ukuran kealiman dan kepandaiannya hanya tingkat kekhusu’an dan taqwanya kepada Allah Swt. QS. Al Fathir ayat 28 :

 “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”.
Jadi letak dan kedudukan orang alim itu bukan hanya sesuatu yang tampak pada ucapan atau perbuatan, tetapi lebih kepada urusan hati yaitu kemampuan diri dalam mengatur isi hati, kemudian memancarkan perasaan keluar baik melalui ucapan maupun perbuatan yang akhirnya pancaran itu dapat mempengaruhi orang yang ada disekelilingnya alias teman dan para sahabatnya.
Akhlak orang alim dan shalihin laksana tetesan air yang dapat memberi harapan hidup pada semua tanaman yang kekeringan. Ucapan dan perbuatannya menyejukkan dan menyegarkan sehingga ada nilai kerinduan untuk menatapnya, itulah kemampuan interaksi ruhaniyah yang selalu diharapkan oleh semua umat. Itulah ‘ulama’ sejati, karena tidak mungkin ilmu itu akan menempel kepada orang yang memperturutkan hawa nafsunya, maka di mana letak kealimannya. Dan bagaimana kita katakan orang itu bodoh kalau dirinya dapat mengendalikan hawa nafsunya. Mungkin itulah yang dimaksud oleh Imam Ibnu Athaillah dalam mutiara Hikmahnya kitab Hikam.


0 Response to "BERHATI-HATI DALAM MEMILIH TEMAN"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel