TANAMLAH BENIH IKHLAS - . -->

TANAMLAH BENIH IKHLAS


TANAMLAH BENIH IKHLAS
 OLEH : Dr. KH Irfan Aziz, M.Ag
Pengasuh Pondok Pesantren Al Hayatul Islamiyah Kota Malang


مَا سَقَتْ اَغْصَانُ ذُلٍّ اِلاَّ عَلَى بَذْرِ طَمَعٍ
“Tidak akan tumbuh cabang-cabang kehinaan, kecuali dari benih-benih keserakahan”.

Saudara! Di dalam hatilah tempat menanam benih, tentang jenis benih yang ditanam tergantung kepada kita. Bila benih yang kita tanam adalah benih ihlas, maka akan tumbuh tanaman rida, tawaduk, dan khusuk. Sebaliknya apabila benih riya’ yang kita tanam dalam hati kita, maka tumbuh suburlah tanaman tama’, hasud dan dengki pada diri kita.

Pada pembahasan yang lalu telah dibahas tentang tarik-nemariknya bisikan syetan dan malaikat, tinggal kita mau mengikuti bisikan yang mana. Kalau kita ikut bisikan syetan, maka kita akan tergolong kelompok kiri. Sebaliknya kalau kita ikut bisikan malaikat, maka kita masuk golongan kanan. Allah berfirman dalam Surat Waqi’ah ayat 8-9:
  
“Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu.”
“Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu.”

Golongan kiri itu golongan yang kelak terhina disisi Allah swt., karena semasa di dunia suka menentang Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman dalam Surat Al-Mujadalah 20:
 “Sesungguhnya orang-orang yang menetang Allah dan RasulNya, mereka Termasuk orang-orang yang sangat hina.”

Kehinaan itu tidak akan terjadi manakala benih ihlas dan rida itu ditanam pada hati yang dalam, tetapi apabila benih tama’ yang tertanam dalam hati kita pastilah kehinaan yang menimpa kita.

Memang saudara! Huruf tama’ itu adalah terdiri dari tiga huruf yang ketiganya mempunyai perut, yaitu ط (tha’) berperut,  م (mim) juga berperut, apalagi huruf ع (‘ain) yaitu huruf yang berperut besar dan bermulut menganga. Hal itu menandakan sifat tama’. Itu adalah gambaran manusia yang tidak pernah puas. Ketamakan akan melahirkan sifat riya’ (suka pamer) dan hasud selalu tidak rela apabila nikmat Allah diberikan kepada orang lain.

Manusia yang tama’ tidak akan pernah puas didalam mengumpulkan harta, karena ketamakan hidupnya ia kira cuma di dunia saja. Maka tidak heran keserakahan mengumpulkan harta laksana orang yang haus yang meminum air laut, semakin banyak minum semakin haus, artinya semakin banyak hartanya semakin fakir dan kikir.
Maka Allah mengingatkan kita dalam Surat Al-Humazah 1-4:
 “Kecelakaanlah bagi Setiap pengumpat lagi pencela”,
“Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung”,
“Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya”,
“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.”

Untuk menghilangkan sifat “ketamakan” adalah dengan cara menanamkan benih “Rida” di dalam hati yang dalam, karena dengan rida itu hati selalu tenang dan lapang dalam keadaan apapun, tidak pandang miskin lebih-lebih kaya. Orang yang rida selalu berbaik sangka kepada Allah, apapu yang dimiliki merasa ada milik orang lain. Apabila punya lebih bingung bagaimana segera habis, karena hatinya dihantui dengan perasaan kelak di akhirat mempertanggungjawabkannya. Tingkah lakunya orang yang rida selalu menyenangkan orang lain, sorot matanya teduh, selalu mencerminkan guratan kasih sayang, lisannya selalu senyum bila melihat orang lain bahagia, mereka tidak pernah silau dengan apa-apa yang dimiliki orang lain, hatinya cuma condong untuk mencari rida Allah semata. Golongan inilah kelompok manusia yang dijelaskan dalam surat Al-Bayyinah ayat 8.
  
“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.”

Kemudian Imam Ibnu Athaillah melanjutkan:
مَاقَادَكَ شَيْئٌ مِثْلُ اْلوَهْمِ
“Tiada sesuatu yang menuntunmu seperti angan-angan”.

Saudara! Angan-angan itulah yang sering membawa manusia bersifat tama’, karena angan-anganlah yang dapat menjadikan manusia itu hidup dalam keraguan dan ketakutan, lalu ia tercekoki otaknya dengan kata “Apabila, jikalau, mungkin, manakala, dan bilamana”. Kata-kata ini selalu menghantui benaknya Al-Hasil tawakkalnya kepada Allah sangat rendah.

Saudara! Tawakkal manusia sering tidak sebanding dengan kemuliaan ciptaan-Nya. Coba kita fikir tak seekorpun burung pipit atau emprit (Bahasa Jawa) yang bunuh diri menabrakkan kepalanya ke dinding jikalau ia tidak menemukan makanannya. Burung pipit selalu sabar dan tawakal ketika meninggalkan sarang dan anak-anaknya, ia husnudzan kepada Allah, hari ini pasti dapat makan. Hanya manusialah yang selalu khawatir tidak dapat makan dan takut tidak makan, karena hidupnya tergantung kepada angan-angannya maka ia prustasi dan akhirnya bunuh diri.
Maka SYEKH IBNU ATHAILLAH mengingatkan kita:
اَنْتَ حُرٌّ مِمَّا اَنْتَ عَنْهُ أَبِسٌ وَعَبْدٌ لِمَا اَنْتَ لَهُ طَامِعٌ
“Engkau adalah orang merdeka dari segala yang engkau berputus darinya, dan adalah budak bagi segala yang engkau ingin terhadapnya”.

Tidak sedikit orang yang menggantungkan pada angan-angan dan cita-citanya, sampai dikejar dengan biaya mahal, ketika ilmu dan ijazah telah didapatkan, ternyata tidak sesuai dengan harapan dan cita-citanya. Kecewa? Pasti! Orang yang menggantungkan pada angan-angannya pasti ia menjadi budak angan-angannya. Jika gagal pasti kecewa. Padahal Allah telah memberi pertanyaan pada firman-Nya dalam Surat An-Najm 24:
 “Atau Apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya?”.

Patutlah pertanyaan Allah ini menjadi bahan renungan. Karena banyak kejadian yang kadang luput dari angan-angan kita. Sekolah dan kuliah di Fakultas hukum malah menjadi manusia terhukum. Kuliah jurusan Ekonomi malah sulit mendapat pekerjaan, ekonomi sulit, tidak menjadi kaya malah terhina.
Maka saudara! Jadilah orang yang qana’ah penuh ikhlas dan tawakkal supaya tidak diperbudak oleh nafsu kita. Firman Allah An-Nisa’ 32.
 “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Sekali lagi janganlah kita terbelenggu keinginan kita, jika kita tidak mau menjadi budak (orang yang tidak bebas). Kata Sya’ir:
اَلْعَبْدُ حُرٌّ مَاقَنَعْ – وَاْلحُرُّ عَبْدٌ مَاطَمَعْ
“Hamba itu merdeka  bila mau menerima apa yang telah diberikan (oleh Allah) – Dan orang yang merdeka itu adalah budak bila dirinya itu selalu tama’ (tidak ikhlas akan pemberian Allah)”.



 DAFTAR PUSTAKA

1.     Kitab Al-Hikam, Ibnu Athaillah Al-Assakandary.
2.     Kitab Al-Hikam, Terjemahan bahasa jawa, Misbah bin Zaini Musthofa.
3.     Percikan Samudra Hikam, Muhammad Luthfi Ghozali.
4.     Al-Hikam Rampai Hikmah, Ibnu Athaillah, Syehk Fadhalla Haeri.
5.     Al-Qur’an Tafsir Perkata, Al-Hidayah.
6.     Shahih Bukhori, Percetakan Al-Hidayah.
7.     Shahih Muslim, Percetakan Al-Hidayah.
8.     Mutu Manikam dari Kitab Hikam, Ikhtisar Abu Hakim dan Kartowiyono, Lc.
9.     Himpunan Dalil dalam Al-Qur’an dan Hadits, Ahmad Muhammad Yusuf, Lc.

0 Response to "TANAMLAH BENIH IKHLAS"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel