MEMINTA KEPADA ALLAH AGAR MERUBAH KEADAAN
MEMINTA KEPADA ALLAH
AGAR MERUBAH KEADAAN
OLEH : Dr. KH Irfan Aziz, M.Ag
Pengasuh Pondok Pesantren Al Hayatul Islamiyah Kota Malang
لاَ
تَطْلُبْ مِنْهُ اَنْ يُخْرِجَكَ مِنْ حَالَةٍ لِيَسْتَمِلَكَ فِيْمَا سِوَاهَا
فَلَوْ اَرَادَكَ لاَسْتَمَلَكَ
مِنْ
غَيْرِ إِخْرَاجٍ
“Jangan kamu menuntut Allah untuk mengeluarkan kamu dari keadaan
yang sekarang agar kamu bisa melaksanakan selain amal yang sedang kamu
laksanakan, seandainya Allah berkehendak maka Dia bisa saja menolongmu untuk
mengamalkannya tanpa mengeluarkan kamu dari keadaan yang sekarang”.
Saudara
Hadirin Rahimakumullah,
Segala sesuatu
yang telah dipilih dan ditetapkan oleh Allah bagi hambanya berupa tempat,
pekerjaan, jabatan atau pangkat itulah yang terbaik bagi hambanya, wajiblah
menerima dengan tulus ikhlas tidak pantas mengeluh apalagi menolaknya dan hamba
yang salik tidak akan meminta selain yang telah dianugerahkan oleh Tuhannya
(Allah SWT.). bahkan segala keputusan dan takdirnya tidak akan mempersempit
ruang ibadahnya tidak pernah berkurang dzikirnya untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT. dan tidak akan membuat jarak dengan sesamanya.
Saudara seiman
dan seagama,
Segala keputusan
Allah bagi hamba yang ma’rifatullah selalu menjadi lahan dan sarana untuk
mensyukuri nikmat-Nya, apapun model dan bentuk pekerjaan yang di berikan oleh
Allah kepadanya, ia selalu mempunyai etos dan semangat kerja, ia selalu
berenovasi demi baiknya pekerjaan yang ditekuninya, kualitas kerja selalu ia
jaga sambil menunggu keputusan Allah yang berikutnya, inilah sikap hamba Allah
yang beriman dan tawakkal, karena ia yakin bahwa apa yang sedang ia hadapi adalah takdir Allah yang
terbaik bagi dirinya.
Ma’asyiral
Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah,
Maha Kuasa
Allah bagi hambanya tidak perlu diatur dan diminta oleh hamba-Nya, jika kita
meminta kepada Allah supaya kita dirubah keadaan yang dapat menjalankan ibadah
lebih baik dan istiqamah, itu adalah termasuk permohonan yang salah, sebab
dimana saja dan kapan saja atau sebagai apa
saja fungsi dan tugas kita apabila Allah berkehendak memberi taufiq dan
hidayah-Nya pastilah bisa. Oleh sebab itu janganlah kita sekali-kali
menginginkan hidayah, taufiq dan ma’unah-Nya menunggu dikeluarkan dari keadaan
yang sedang kita hadapi.
Hadirin
saudara seiman dan seagama,
Sering di
antara kita janji dan menunda-nunda waktu untuk beribadah dan bertaubat kepada
Allah, bahkan tidak jarang bertamanni suka berangan-angan “Andaikata aku jadi
ustad, andaikata aku jadi tokoh masyarakat, pastilah aku bertaubat dan memimpin
sholat atau mungkin bila aku jadi orang kaya amal, infaq, shodaqoh, jariyahku
pasti banyak dan takkan pernah lupa membantu orang lain”. Ungkapan-ungkapan
seperti itu adalah kata-kata dan cita-cita yang sia-sia, karena kapan lagi mau
beribadah ingat Allah...!!! Kapan lagi mau bertaubat dari dosa dan maksiat yang
setiap saat setiap waktu kita lakukan.
Sebenarnya
tidaklah perlu pindah dari satu keadaan kepada keadaan lain bila ingin
melakukan ibadah yang lebih sempurna, karena di mana saja dan kapan saja bahkan
sebagai apa saja kita kalau mau pasti bisa, tetapi sayang...!!! Kita sebagai
manusia sering lupa karena tugas dan kesibukan duniawi. Sebagaimana firman
Allah surat An-Nur ayat 37 :
“Laki-laki yang tidak di lalaikan oleh
perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari)
mendirikan shalat, dan (dari) membayar zakat mereka takut kepada suatu hari
yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang”
Saudara kaum Muslimin
yang diberkahi Allah,
Untuk mencari
akhirat menggunakan dunia dan harta itu jauh lebih mudah dari pada mencari
akhirat dengan ilmu dan amalnya. Karena apabila mencari akhirat dengan harta
dan benda mungkin cukuplah sekali saja asal besar dan dapat dijadikan lahan
beribadah pastilah dapat menghantarkannya menuju akhirat yang bahagia,
syaratnya satu yaitu ikhlas. Lain halnya dengan mencari akherat dengan ilmu dan
amal, perlu proses panjang misalnya kiai, ulama’ dan ustad menunggui pesantren
dan santrinya perlu adanya ketekunan dan tanggung jawab yang panjang dan lama.
Bagi hartawan yang membiayai dan membangun pesantren cukuplah sekali perbuatan,
pesantren berdiri kokoh dan megah seegala fasilitas dicukupi, tetapi bagi kiai atau ulama’ perlu
rutinitas setiap hari bahkan setiap detik untuk beramal dan bertanggung jawab
kepada pesantren dan seisinya. Maka dari itu tidaklah perlu melakukan suatu
kebajikan itu menunggu adanya keadaan yang lain, karena bentuk dan apapun
fungsinya di situlah kita dapat beramal mencari ridha demi negeri akhirat yang
kekal. Allah berfirman surat Al Qashas ayat 77 :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan
Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagiamu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan”.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kitab Al-Hikam, Ibnu Athaillah
Al-Assakandary.
2.
Kitab Al-Hikam, Terjemahan bahasa
jawa, Misbah bin Zaini Musthofa.
3.
Percikan Samudra Hikam, Muhammad
Luthfi Ghozali.
4.
Al-Hikam Rampai Hikmah, Ibnu
Athaillah, Syehk Fadhalla Haeri.
5.
Al-Qur’an Tafsir Perkata,
Al-Hidayah.
6.
Shahih Bukhori, Percetakan
Al-Hidayah.
7.
Shahih Muslim, Percetakan
Al-Hidayah.
8.
Mutu Manikam dari Kitab Hikam,
Ikhtisar Abu Hakim dan Kartowiyono, Lc.
9.
Himpunan Dalil dalam Al-Qur’an dan
Hadits, Ahmad Muhammad Yusuf, Lc.
0 Response to "MEMINTA KEPADA ALLAH AGAR MERUBAH KEADAAN"
Posting Komentar